Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Dalam agama Buddha, Nirwana (bahasa Sanskerta: निरà¥à¤µà¤¾à¤£ nirvÄá¹a; Pali: nibbÄna; Hanzi: æ¶ æ§; Pinyin: nièpán) adalah puncak tertinggi pencarian umat Buddha terhadap kebebasan dari saá¹sÄra, yaitu siklus mati dan kelahiran kembali. Secara harfiah, NibbÄna berarti "pemadaman". Buddha mendeskripsikan NibbÄna sebagai padamnya kekotoran-kekotoran batin (kilesa) pada MahÄli Sutta, DÄ«gha NikÄya 6:[1]
Puna caparaá¹, mahÄli, bhikkhu ÄsavÄnaá¹ khayÄ anÄsavaá¹ cetovimuttiá¹ paññÄvimuttiá¹ diá¹á¹heva dhamme sayaá¹ abhiÃ±Ã±Ä sacchikatvÄ upasampajja viharati. Ayampi kho, mahÄli, dhammo uttaritaro ca paá¹Ä«tataro ca, yassa sacchikiriyÄhetu bhikkhÅ« mayi brahmacariyaá¹ caranti. |
Kemudian lagi, seorang bhikkhu melalui padamnya kekotoran-kekotoran mencapai, dalam kehidupan ini juga, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, yang ia capai dengan pandangan terangnya sendiri [pencapaian NibbÄna; arahant]. |
âMahÄli Sutta, DÄ«gha NikÄya 6 | âTerjemahan DhammaCitta |
Pada sutta yang sama, Buddha juga menguraikan empat tingkat kemuliaan, yakni Pemenang-Arus (sotÄpanna), Yang-Kembali-Sekali (sakadÄgÄmÄ«), Yang-Tak-Kembali (anÄgÄmÄ«), dan pencapaian NibbÄna (arahant). Buddha juga menguraikan cara mencapai NibbÄna, yaitu dengan mengikuti Jalan Utama Berunsur Delapan:
"Katamo pana, bhante, maggo katamÄ paá¹ipadÄ etesaá¹ dhammÄnaá¹ sacchikiriyÄyÄ"ti? |
"Dan BhagavÄ, apakah jalan itu, apakah metode itu?" |
âMahÄli Sutta, DÄ«gha NikÄya 6 | âTerjemahan DhammaCitta |
Di lain kesempatan, Buddha juga mendeskripsikan NibbÄna sebagai kebahagiaan tertinggi dan Jalan Utama Berunsur Delapan sebagai jalan terbaik, sebagaimana tercatat pada MÄgandiya Sutta, Majjhima NikÄya 75:[2]
Atha kho bhagavÄ tÄyaá¹ velÄyaá¹ imaá¹ udÄnaá¹ udÄnesi: |
Kemudian pada titik ini Sang BhagavÄ mengucapkan seruan kegembiraan: |
âMÄgandiya Sutta, Majjhima NikÄya 75 | âTerjemahan DhammaCitta |
Pada TatiyanibbÄnapaá¹isaá¹yutta Sutta, UdÄna 8.3, Siddartha GautamaâsammÄsambuddha masa sekarangâmendeskripsikan NibbÄna sebagai berikut.[3]
... Atthi, bhikkhave, ajÄtaá¹ abhÅ«taá¹ akataá¹ asaá¹
khataá¹. No cetaá¹, bhikkhave, abhavissa ajÄtaá¹ abhÅ«taá¹ akataá¹ asaá¹
khataá¹, nayidha jÄtassa bhÅ«tassa katassa saá¹
khatassa nissaraá¹aá¹ paññÄyetha. |
... Ada, para bhikkhu, yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, tidak terkondisi. Jika, para bhikkhu, tidak ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, tidak terkondisi, maka kalian tidak mungkin mengetahui jalan membebaskan diri dari yang dilahirkan, yang menjelma, yang diciptakan, dan yang terkondisi. |
âTatiyanibbÄnapaá¹isaá¹yutta Sutta, UdÄna 8.3 | âTerjemahan DhammaCitta |
Ungkapan pada UdÄna 8.3 juga merupakan pernyataan dari Sang Buddha yang kemudian diinterpretasikan sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa di Indonesia. NibbÄna sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bahasa Pali adalah "ajÄtaá¹ abhÅ«taá¹ akataá¹ asaá¹ khataá¹" yang artinya sebagai berikut:
- Yang Tidak Dilahirkan (ajÄta)
- Yang Tidak Menjelma (abhūta)
- Yang Tidak Tercipta (akata)
- Yang Tidak Terkondisi (asaá¹ khata)
Dalam hal ini, NibbÄna sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sesuatu yang tidak terpersonifikasi atau tanpa-Aku (anatta). Dengan adanya Yang Mutlak atau Yang Tidak Terkondisi (asaá¹ khata), maka manusia yang berkondisi (saá¹ khata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (saá¹sÄra).
Pada NirodhanibbÄnapañha, Milindapañha 3.4.8, Bhante NÄgasena mendeskripsikan NibbÄna sebagai padamnya atau berhentinya nafsu (nirodha). Dukkha-nirodha juga merupakan bagian dari Empat Kebenaran Mulia, yakni Kebenaran Mulia Ketiga.[4][5]
â... Siswa bijaksana orang-orang suci tidak akan menyenangi kenikmatan indera dan objeknya. Dan di dalam dirinya nafsu keinginan berhenti, kemelekatan berhenti, dumadi berhenti, kelahiran berhenti, usia tua, kematian, kesedihan, ratap tangis, kepedihan, kesengsaraan dan keputusasaan berhenti clan tidak ada lagi. Dengan demikian, berhentinya nafsu adalah nibbana.â
ââNirodhanibbÄnapañha, Milindapañha 3.4.8, Terjemahan Samaggi Phala
Pada AlagaddÅ«pamasutta, Majjhima NikÄya 22, Buddha menjelaskan Buddhisme sebagai sebuah rakit yang, setelah mengantarkan penumpangnya ke pantai seberang (perumpamaan untuk pencapaian NibbÄna), pada akhirnya perlu ditinggalkan.[6]
Kathaá¹
kÄrÄ« ca so, bhikkhave, puriso tasmiá¹ kulle kiccakÄrÄ« assa? |
Dengan melakukan apakah maka orang itu melakukan apa yang seharusnya dilakukan dengan rakit itu? |
Pada syair antara Buddha dengan Dhaniya, Sang Buddha juga menyampaikan perumpamaan yang serupa, sebagaimana tercatat pada Dhaniya Sutta, Sutta NipÄta 1.2:[7]
BaddhÄsi bhisÄ« susaá¹
khatÄ, |
Rakit terikat dan dibuat dengan baik, |
33 Nama NibbÄna
Penggunaan istilah NibbÄna (Bahasa Indonesia: Nirwana atau "kepadaman") hanya merupakan salah satu cara Buddha dalam mengilustrasikan NibbÄna atau Nirwana itu sendiri. Di kesempatan lain, Buddha seringkali menggunakan istilah-istilah lain yang juga merujuk kepada NibbÄna. Pada keseluruhan teks bagian Asaá¹ khatasaá¹yutta, Saá¹yutta NikÄya 43, Buddha menguraikan 33 nama NibbÄna:[8][9][10][11][12][13][14]
- Yang Tak Terkondisi (asaá¹ khata)
- Hancurnya Nafsu, Hancurnya Kebencian, Hancurnya Delusi (rÄgakkhaya dosakkhaya mohakkhaya)
- Ketidak-Condongan (anata)
- Ketanpa-Nodaan (anÄsava)
- Kebenaran (sacca)
- Pantai Seberang (pÄra)
- Yang Halus (nipuá¹a)
- Yang Sangat Sulit Dilihat (sududdasa)
- Yang Tanpa Penuaan (ajajjara)
- Yang Stabil (dhuva)
- Ketidak-Hancuran (apalokita)
- Ketidak-Berwujudan (anidassana)
- Yang Tanpa Proliferasi (nippapañca)
- Yang Damai (santa)
- Tanpa-Kematian (amata)
- Yang Luhur (paá¹Ä«ta)
- Yang Menguntungkan (siva)
- Yang Aman (khema)
- Hancurnya Ketagihan (taá¹hÄkkhaya)
- Yang Menakjubkan (acchariya)
- Yang Tanpa Penyakit (abbhuta)
- Kondisi Tanpa Penyakit (anītika)
- Nirwana atau Kepadaman (nibbÄna)
- Yang Tidak Dirundung (abyÄbajjha)
- Kebosanan atau Ketanpa-keinginan (virÄga)
- Kemurnian (suddhi)
- Kebebasan (mutti)
- Yang Tidak Melekat (anÄlaya)
- Pulau (dīpa)
- Naungan (leá¹a)
- Suaka (tÄá¹a)
- Perlindungan (saraá¹a)
- Tujuan (pÄraya)
Jenis Pencapaian
Terdapat dua jenis pencapaian NibbÄna:[15]
- Dicapai ketika masih hidup (saupadisesa nibbÄna)
- Dicapai ketika meninggal dunia (anupadisesa nibbÄna) atau disebut juga Parinibbana.
Ketika Pangeran Siddhartha Gautama mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi seorang sammasambuddha, maka pada saat itu Dia mengalami saupadisesa nibbÄna. Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di Kusinara, maka Dia mencapai anupadisesa nibbÄna.
Moksa
Hinduisme juga menggunakan istilah 'Nirwana' sebagai sinonim untuk pemikiran tentang Moksa, sebagaimana dibicarakan dalam beberapa tulisan tantra Hindu dan Bhagawad Gita. Sebaliknya, Buddhisme juga menggunakan istilah 'Moksa' (Pali: mokkha) untuk mendeskripsikan NibbÄna. Kendati demikian, konsep Nirwana antara agama Buddha dan Hindu tidak dapat disamaratakan. Penggunaan istilah mokkha yang ditujukan untuk pembebasan NibbÄna dapat ditemukan pada teks paritta pemujaan Buddha asal Sri Lanka yang berjudul "Puppha PÅ«jÄ":[16]
Vaá¹á¹a gandha guá¹opetaá¹, |
Berkualitas baik, harum, dan beraneka warna, |
Perbedaan mendasar antara Hinduisme dan Buddhisme dalam hal pembebasan akhir terdapat pada konsep-konsep kedua agama tersebut mengenai eksistensi jiwa (Pali: atta; Sanskerta: atman). Buddhisme menolak eksistensi jiwa atau roh yang permanen (Pali: anatta; Sanskerta: anatman), satu dari Tiga Corak Utama (tilakkhaá¹a). Dua corak yang lainnya adalah penderitaan (dukkha) dan ketidakkekalan (anicca). Dengan demikian, pencapaian NibbÄna menurut Buddhisme tidak melibatkan eksistensi jiwa kekal sebagaimana diyakini Hinduisme.
Lihat pula
Referensi
- ^ Anggara, Indra. "DN 6: MahÄlisutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2023-04-24.
- ^ Anggara, Indra. "MN 75: MÄgandiyasutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2023-04-24.
- ^ Anggara, Indra. "Ud 8.3: TatiyanibbÄnapaá¹isaá¹yuttasutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2022-09-18.
- ^ Gautama, Siddhartha. "Milindapañha 3.4.8: NirodhanibbÄnapañha". SuttaCentral. Diakses tanggal 2023-04-24.
- ^ Gautama, Siddhartha. "Milindapañha Bab Empat: Landasan Indera (Terjemahan Indonesia)". Samaggi Phala. Diakses tanggal 2023-04-24.
- ^ Anggara, Indra. "MN 22: Alagaddūpamasutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2023-04-24.
- ^ Anggara, Indra. "Sutta NipÄta 1.2: Dhaniya Sutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2023-04-24.
- ^ Anggara, Indra. "SN 43: Asaá¹ khatasaá¹yutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2023-04-24.
- ^ Anggara, Indra. "SN 43.1: KÄyagatÄsatisutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-02-05.
- ^ Anggara, Indra. "SN 43.12: Asaá¹ khatasutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-02-05.
- ^ Anggara, Indra. "SN 43.2: SamathavipassanÄsutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-02-05.
- ^ Anggara, Indra. "SN 43.13: Anatasutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-02-05.
- ^ Anggara, Indra. "SN 43.14â43: AnÄsavÄdisutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-02-05.
- ^ Anggara, Indra. "SN 43.44: ParÄyanasutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-02-05.
- ^ Ko Lay, U (2005). Guide to Tipitaka: Canonical PÄli Buddhist Literature of the TheravÄda School. Selangor: Selangor Buddhist Vipassana Meditation Society. hlm. 127.
- ^ Anonymous. "Puppha PÅ«jÄ". Pali Compact View Chanting Guides. Diakses tanggal 2023-04-24.