KÅgyoku ç極 Saimei ææ | |
---|---|
Kaisarina Jepang (KÅgyoku, periode pertama) | |
Memerintah | 25 Januari 642 â 14 Juni 645 |
Penobatan | 25 Januari 642 | (umur 48)
Pendahulu | Jomei |
Penerus | KÅtoku |
(Saimei, periode kedua) | |
Memerintah | 3 Januari 655 - 24 Juli 661 |
Penobatan | 3 Januari 655 | (umur 61)
Pendahulu | KÅtoku |
Penerus | Tenji |
Permaisuri Jepang | |
Periode | 630-641 |
Informasi pribadi | |
Kelahiran | 594 |
Kematian | 661 â 594; umur -68â-67 tahun Asakura no Miya |
Pemakaman | Ochi-no-Okanoe no misasagi (Nara) |
Wangsa | Yamato |
Ayah | Pangeran Chinu |
Ibu | Putri Kibitsu |
Pasangan | Kaisar Jomei |
Anak |
|
Takara (å®) adalah seorang putri Jepang yang memerintah dua kali sebagai kaisarina, yakni pada tahun 642-645 dengan nama Kaisarina KÅgyoku (ç極天ç, KÅgyoku-tennÅ) dan pada tahun 655-651 dengan nama Kaisarina Saimei (ææ天ç, Saimei-tennÅ), menjadikannya Kaisar Jepang ke-35[1] dan ke-37[2] dalam catatan resmi sejarah Jepang. Dia adalah satu dari delapan wanita yang pernah menjadi Kaisarina Jepang.
Latar belakang
Sebelum naik ke Tahta Krisantemum, nama pribadinya (imina) adalah Takara (å®).[3] Putri Takara adalah cicit dari Kaisar Bidatsu.[4] Dia menikah dengan pamannya, Kaisar Jomei, dan menjadi permaisuri sepanjang pemerintahan suaminya. Saat suami sekaligus pamannya mangkat, Takara naik tahta dengan nama Kaisarina KÅgyoku.
Masa pemerintahan
Meskipun dalam catatan resmi Jepang KÅgyoku menyandang gelar tennÅ, banyak sejarawan percaya bahwa gelar ini belumlah dikenal sampai masa pemerintahan Kaisar Tenmu dan Kaisarina JitÅ. Sangat mungkin gelar yang dipakai saat itu adalah Sumeramikoto atau Amenoshita Shiroshimesu Åkimi (治天ä¸å¤§ç), yang bermakna "ratu agung yang memerintah semua yang di bawah langit." Kalau tidak, KÅgyoku mungkin disapa dengan sebutan (ã¤ãã大ç/大å, YamatoÅkimi/Taikun) atau "Ratu Agung Yamato".
Peristiwa Isshi
Kaisarina KÅgyoku memerintah selama empat tahun setelah menggantikan suami sekaligus pamannya, Kaisar Jomei. Di masa pemerintahannya, keluarga Soga masih menjadi keluarga terkuat di Jepang yang mengendalikan kekaisaran dari balik layar. Namun pada tahun 645, terjadi kejadian yang disebut Peristiwa Isshi (ä¹å·³ã®å¤, Isshi no Hen). Peristiwa ini adalah upaya untuk menyingkirkan keluarga Soga dari pemerintahan dengan langkah awalnya adalah melakukan pembunuhan terhadap Soga no Iruka oleh putra KÅgyoku sendiri, Pangeran Naka-no-Åe.[5] Pembunuhan ini lantaran dugaan keterlibatan Soga no Iruka terhadap kematian Pangeran Yamashiro.
Peristiwa ini terjadi pada upacara istana pada tanggal 10 Juli 645 (kalender Jepang kuno: hari kedua belas bulan keenam). Setelah bekerja sama dengan beberapa penjaga istana, empat orang bersenjata diperintahkan membunuh Iruka. Namun karena keempat orang tersebut terlalu takut untuk melakukan perintah tersebut, Naka-no-Åe sendiri yang maju dan melukai Iruka. Iruka tidak langsung dibunuh saat itu juga dan dia menyatakan ketidakbersalahannya dan meminta penyelidikan.
Naka-no-Åe memohon di depan ibunya, sang kaisarina, terkait masalah ini. Namun ketika KÅgyoku tidak meninjau masalah itu, pada akhirnya empat penjaga membunuh Iruka. Ayah Iruka, Soga no Emishi, langsung bunuh diri dengan membakar kediamannya sesaat setelah mengetahui kematian putranya. Peristiwa ini mengakhiri pengaruh keluarga Soga yang telah berurat akar sejak sekitar tahun 530.
Kejadian ini membuat sang kaisarina merasa sangat tertekan. Masyarakat Jepang di Zaman Asuka sangat sensitif terhadap masalah "penodaan", baik secara spiritual maupun pribadi. Kematian, terlebih pembunuhan bengis yang terjadi tepat di dekat kaisar dipandang sebagai tindakan penodaan yang mungkin terburuk. Menanggapi peristiwa ini, KÅgyoku menyatakan turun tahta. Meskipun awalnya KÅgyoku hendak menyerahkan kedudukan kaisar kepada putranya, Naka-no-Åe, tetapi Nakatomi no Kamatari, orang yang turut serta membantu Pangeran Naka-no-Åe dalam Peristiwa Isshin, menasihati agar tahta sebaiknya diserahkan kepada kakak tiri dari Naka-no-Åe (anak tiri KÅgyoku), Pangeran Furuhito-no-Åe, atau kepada pamannya (sekaligus saudara KÅgyoku), Pangeran Karu.[6] Furuhito-no-Åe menolak gagasan itu dan kemudian menggundul kepalanya untuk menjadi biksu Buddha. Pada akhirnya, tahta diserahkan kepada Pangeran Karu. Dia naik tahta sebagai Kaisar KÅtoku dan memerintah pada 645-654.[7]
Kaisarina Saimei
Setelah mangkatnya Kaisar KÅtoku, Takara kembali naik tahta, kali ini dengan nama Kaisarina Saimei (ææ天ç, Saimei-tennÅ). Pangeran Naka-no-Åe sendiri dinobatkan sebagai putra mahkota.
Pada tahun 660, Kerajaan Baekje di Korea hancur. Sebagai sekutu Baekje, Saimei keluar ibu kota dan memimpin pasukan gabungan Jepang dan Baekje untuk berperang melawan Kerajaan Silla pada tahun 661. Namun rencana itu gagal karena Saimei mangkat di Istana Asakura, Kyushu, sebelum pasukan Jepang diberangkatkan ke semenanjung Korea. Pada bulan Oktober, jenazahnya dibawa dari Pulau Kyushu melalui laut menuju Pelabuhan Naniwa-zu (sekarang Osaka). Upacara pemakaman resminya dilakukan pada awal bulan November. Sepeninggalnya, kepemimpinan Jepang diwariskan kepada putranya, Naka-no-Åe, yang naik tahta sebagai Kaisar Tenji.
Keluarga
Orang tua
- Ayah: Pangeran Chinu
- Kakek: Pangeran Oshisako no Hikohito
- Kakek buyut: Kaisar Bidatsu (æé天ç, Bidatsu-tennÅ, 538 â 14 September 585)
- Nenek buyut: Permaisuri Hirohime
- Kakek: Pangeran Oshisako no Hikohito
- Ibu: Putri Kibitsu
Pasangan dan mertua
Kaisar Jomei (èæ天ç, Jomei-tennÅ, 593 â 17 November 641)
- Ayah: Pangeran Oshisaka-no-hikohito-no-Åe
- Kakek: Kaisar Bidatsu (æé天ç, Bidatsu-tennÅ, 538 â 14 September 585)
- Nenek: Permaisuri Hirohime
- Ibu: Putri Nukate
- Kakek: Kaisar Bidatsu (æé天ç, Bidatsu-tennÅ, 538 â 14 September 585)
- Nenek: Unako no Otoshi (Wo-Umako no Iratsume)
Anak
- Pangeran Kazuraki (Pangeran Naka-no-Åe) (èåçå, ä¸å¤§å çå) (626â672). Naik tahta sebagai Kaisar Tenji (天æºå¤©ç, Tenji-tennÅ) pada 661.
- Pangeran Åama (大海人çå) (sekitar 631â686). Naik tahta sebagai Kaisar Tenmu (天æ¦å¤©ç, Tenmu-tennÅ) pada 673.
- Putri Hashihito (é人ç女) (wafat 665). Menikah dengan saudara ibunya, Kaisar KÅtoku (å徳天ç KÅtoku-tennÅ).
Lihat juga
Catatan kaki
- ^ Badan Rumah Tangga Kekaisaran (KunaichÅ): ç極(ããããã)天ç (35) dan é½æ(ãããã)天ç (37)
- ^ KunaichÅ: ææ天ç (37)
- ^ Ponsonby-Fane, p. 8.
- ^ Brown, p. 265.
- ^ Ponsonby-Fane, Richard (1959). The Imperial House of Japan. Kyoto: Ponsonby Memorial Society. hlm. 49â50.
- ^ Aston, William. (2005). Nihongi, p. 195-196; Brown, Delmer et al. (1979). GukanshÅ, p. 266; Varley, H. Paul. JinnÅ ShÅtÅki. p. 44.
- ^ Titsingh, Isaac. (1834). Annales des empereurs du japon, pp. 47-48.
Daftar pustaka
- Aston, William George. (1896). Nihongi: Chronicles of Japan from the Earliest Times to A.D. 697. London: Kegan Paul, Trench, Trubner. OCLC 448337491
- Brown, Delmer M. and IchirÅ Ishida, eds. (1979). GukanshÅ: The Future and the Past. Berkeley: University of California Press. ISBN 978-0-520-03460-0; OCLC 251325323
- Ponsonby-Fane, Richard Arthur Brabazon. (1959). The Imperial House of Japan. Kyoto: Ponsonby Memorial Society. OCLC 194887
- Titsingh, Isaac. (1834). Nihon Ådai Ichiran; ou, Annales des empereurs du Japon. Paris: Royal Asiatic Society, Oriental Translation Fund of Great Britain and Ireland. OCLC 5850691
- Varley, H. Paul. (1980). JinnÅ ShÅtÅki: A Chronicle of Gods and Sovereigns. New York: Columbia University Press. ISBN 978-0-231-04940-5; OCLC 59145842
KÅgyoku Lahir: 594 Meninggal: 24 Juli 661
| ||
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Jomei (Tamura) |
Kaisarina Jepang: KÅgyoku 25 Januari 642 â 14 Juni 645 |
Diteruskan oleh: KÅtoku (Karu) |
Didahului oleh: KÅtoku (Karu) |
Kaisarina Jepang: Saimei 3 Januari 655 â 24 Juli 661 |
Diteruskan oleh: Tenji (Kazuraki) |